- Tribun Jakarta
- Warta Kota
- Tribun Jogja
- Tribun Jabar
- Surya
- Tribun Jateng
- Tribun Bali
- Banjarmasin Post
- Sriwijaya Post
- Bangka Pos
- Tribun Batam
- Tribun Jambi
- Serambi Indonesia
- Tribun Kaltim
- Tribun Lampung
- Tribun Manado
- Tribun Medan
- Tribun Pontianak
- Tribun Pekanbaru
- Tribun Timur
- Tribun Sumsel
- Pos Kupang
- Pos Belitung
Mengayuh Plastik
Selasa, 28 April 2015 09:53
Oleh: Wing Sentot Irawan,
Penulis, Seniman dan Pecinta Sepeda dari Lombok
TRIBUNPEKANBARU.COM - Melihat korban banjir di Aceh, di Bandung dari atas kapal Kelud. Aku seperti seonggok sampah plastik di satu lipatan kertas. Di luasnya samudra ini, sampah plastik sebanyak itu mungkin tidak berarti. Tapi sampah plastik membutuhkan lebih kurang 1.000 tahun untuk mendaur ulangnya.
Bagaimana dengan dunia ide dan dunia gagasan manusia? Apa sih yang tidak bisa diciptakan oleh manusia ini? Hm,..tapi bagaimana kalau itu mengandung unsur plastik? Untuk alasan praktis, semua jenis barang diciptakan dari plastik. Dari barang kebutuhan rumah tangga sampai mainan anak-anak. Semua jadi tampak meling-meling.
Matahari yang dipantulkan padanya membias dan memancarkan cahaya asing yang aneh. jika itu gagasan dan logika idea? Hari ini pun aku masih menyisakan makanan dan botol plastik kosong minuman. Dan semuanya dari plastik. Hujan hari ini di Bogor jadi sangat berbeda kurasakan dari atas kapal Kelud. Apa hujan di Bogor juga mengandung plastik?
Di Lampung aku banyak mendengar Walhi begitu getolnya ngurusi sampah plastik. Di sepanjang gowesku dari lampung ke Riau pun aku kerapkali melihat rumah-rumah pemulung. Rumah-rumah yang menampung sampah rumah tangga. Dulu aku pernah melihat, bagaimana crue kapal membuang sampah di samudra. Sampah-sampah itu sebagian mengapung dan kembali dan kita dapat aku jumpai di pelabuhan-pelabuhannya kembali.
Di sepanjang jalan Medan ke Belawan, pemulung sering aku temukan di sepanjang jalan mengais sampah plastik dan mengumpulkannya dalam karung-karung. Di swalayan barang yang dibeli meski tidak terlalu banyak pun acapkali di lengkapi tas plastik juga. Kepraktisannya memang luar biasa. Tapi memerlukan ribuan tahun untuk bisa beradaptasi dengan lingkungannya.
Dalam keseharian kita, banyak dunia gagasan dan dunia ide yang praktis dan simple. Tapi entahlah dampak dari logika plastik ini. Sesuatu yang instan dan kurang alami memang kadang menimbulkan dampak beruntun. Hilir-mudiknya kepentingan akan pikiran plastik semacam ini kadang melenyapkan sisi paling kodrati dari manusia.
from pekanbaru tribunnews
0 komentar:
Posting Komentar