- Tribun Jakarta
- Warta Kota
- Tribun Jogja
- Tribun Jabar
- Surya
- Tribun Jateng
- Tribun Bali
- Banjarmasin Post
- Sriwijaya Post
- Bangka Pos
- Tribun Batam
- Tribun Jambi
- Serambi Indonesia
- Tribun Kaltim
- Tribun Lampung
- Tribun Manado
- Tribun Medan
- Tribun Pontianak
- Tribun Pekanbaru
- Tribun Timur
- Tribun Sumsel
- Pos Kupang
- Pos Belitung
- Surya Malang
Mengapa Rakyat Memilih?
Senin, 3 Agustus 2015 09:04
Oleh: Mexsasai Indra,
Dosen Program Magister Ilmu Hukum Universitas Riau
DI tengah kelamnya Bumi Lancang Kuning akibat kabut asap kebakaran hutan dan lahan, sembilan daerah di negeri ini yakni Rokan Hilir, Rokan Hulu, Dumai, Kepulauan Meranti, Bengkalis, Siak, Pelalawan, Indragiri Hulu dan Kuantan Singingi akan menghelat pemilihan kepala daerah serentak.
Sejumlah nama telah terpajang dietalase publik, bahkan mereka tak sungkan-sungkan untuk melakukan politisasi terhadap bulan Ramadhan. Hampir di semua pojok, pinggir, dan persimpangan jalan para politisi mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri 1436 Hijriah. Mereka mempersonifikasikan sebagai pribadi yang anggun, sejuk, baik dan bahasa simbolik lainnya yang berusaha mengecoh persepsi publik. Seolah-olah mereka adalah orang-orang yang cinta terhadap yang abadi sekaligus akan membahagiakan.
Namun mereka lupa apa yang dikatakan Plato bahwa hakikat hidup itu adalah semakin kita berhasil melepaskan diri dari keterikatan pada dunia jasmani indrawi, semakin kita akan bahagia. Mereka justru rela berkorban apa saja untuk mengejar dunia jasmani (baca: kekuasaan) seolah-olah mereka akan hidup selama-lamanya.
Mereka tidak pernah trauma dengan apa yang dialami oleh para pendahulunya, yang telah memberikan pelajaran tentang tipisnya kemuliaan dengan kehinaan ketika meraka salah dalam menghunuskan pedang kekuasaan. Mereka tidak pernah merasa ngeri menggenggam panasnya bara kekuasaan ketika sejumlah para penguasa negeri ini digiring memakai rompi oranye oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.
Yang ada dalam benak mereka adalah menjungkirbalikkan nalar yang ada seolah-olah mereka yang bermasalah itu adalah orang-orang yang lagi bernasib sial. Yang ada dalam benak mereka adalah betapa nikmatnya singgasana kekuasaan, karena mereka-mereka ini akan diberikan fasilitas dengan segala eksklusivisnya, plat mobil dengan angka 1 plus ajudan pribadi, naik pesawat kelas eksekutif yang semuanya itu dibiayai oleh dana publik. Nalar mereka seolah berhenti hanya sampai titik itu.
Mereka lupa bahwa hakikat kekuasaan itu bukan itu, tapi bagaimana mereka mampu menghunuskan pedang kekuasaan itu untuk membahagiakan rakyat.
from pekanbaru tribunnews
0 komentar:
Posting Komentar